Kota Dimana Kita
Wednesday, January 8, 2014
0
komentar
Suatu saat aku
akan kesana lagi, sendiri...
kota yang memang penuh dengan cerita kita..
ya.. kita. Kita yang dahulu mempunyai segudang mimpi, harapan dan perjuangan.. kita yang sekarang sudah hidup dengan masa lalu yang masih tidak bisa untuk ditinggalkan.
kota yang memang penuh dengan cerita kita..
ya.. kita. Kita yang dahulu mempunyai segudang mimpi, harapan dan perjuangan.. kita yang sekarang sudah hidup dengan masa lalu yang masih tidak bisa untuk ditinggalkan.
kamu masih bersama
dengan kenangan dan cintamu padanya yang sudah tiada dan aku tidak bisa
meninggalkan kenangan dan cintaku padamu.. aku rasa kita impas dan merasakan
hal yang sama..
kota dimana kala itu kita masih bisa tertawa lepas.. melihat pantai di
sepanjang jalan. Menginjakkan kaki di pasir yang memang terlihat seperti banyaknya
butiran harapan kita untuk selalu bersama..
kota yang di sepanjang jalannya tertulis lafadz Asma’ul Husna...
pun juga dengan pohon-pohon cemara yang kala itu masih riang untuk menyapa kita. kita juga sama, membalas sapaannya dengan senyum yang lepas..
aku ingat bagaimana kamu membuatku tertawa dengan segerombolan sapi yang berbaris di sepanjang jalan. Iya.. sapi yang menjadi ciri khas pulau ini. Coklat seperti kamu.. aku juga ingat bagaimana kamu menuntunku menyebrangi jalan menuju masjid besar di kota sebelah... indah..
pun juga dengan pohon-pohon cemara yang kala itu masih riang untuk menyapa kita. kita juga sama, membalas sapaannya dengan senyum yang lepas..
aku ingat bagaimana kamu membuatku tertawa dengan segerombolan sapi yang berbaris di sepanjang jalan. Iya.. sapi yang menjadi ciri khas pulau ini. Coklat seperti kamu.. aku juga ingat bagaimana kamu menuntunku menyebrangi jalan menuju masjid besar di kota sebelah... indah..
aku tak pernah lupa, ketika kamu menggosok dinding kamar mandi tengah malam
karena ejekanku. Sampai aku tertidur karena terlalu lama menunggumu. Namun
ingatkah kamu? Tisu itu.. tisu yang selalu disalahkan dengan kejadian banjir di
kota ini. Hahaha.
ada juga sebuah warung yang letakknya cukup terpencil, namun demi menuruti
kerewalanku makan, kamu mengajakku kesana...
Mengajakku melihat tambak garam, yang dihias dengan kincir semacam negeri paman
Sam. Meski gersang, namun keindahan hatiku saat itu dapat membuat tempat itu
sangat sejuk.
Kamu juga menunjukkan, perahu perahu yang kamu gunakan untuk menuju ke pulau mandangin, pulau yang sering kamu kunjungi untuk melaksanakan tugasmu.. perahu yang hampir meninggalkanmu saat kita bangun terlalu siang karena lelahnya perjalanan semalaman.
Kamu juga menunjukkan, perahu perahu yang kamu gunakan untuk menuju ke pulau mandangin, pulau yang sering kamu kunjungi untuk melaksanakan tugasmu.. perahu yang hampir meninggalkanmu saat kita bangun terlalu siang karena lelahnya perjalanan semalaman.
di kota itu juga ada apotik dimana kamu membelikanku masker. “Jadi ninja dulu
ya. pakai ini biar gak ketahuan sama orang-orang”. Sebegitu khawatirnya kita
atas hubungan ini. Karena di kota ini kita tidak sendiri.. J
Juga ada malam
dimana kita terlalu lama di ATM. Ini karena kamu mengganti PIN ATM mu..
payah...
Kota yang
keindahan saat malamnya sangat membekas sampai saat ini. Lampu lampu ditengah
kota, tugu yang sering kita lewati, rumah sakit yang katamu “gak ada apa2nya”,
pun juga dengan penjual makanan yang berjejer di sepanjang kota.
Jus Alpukat yang tumpah di bajuku, dan kamu menertawakannya. Sangat menyebalkan..
“Ba, kue yang di toples2 itu tak buang ya...”
“ngapain masih tanya, wong udah dibuang..”
“ya kali aja gak terima kalo tak buang, biar tak ganti.”
kuteruskan mencuci toples2 yang memang 3 bulan sudah bertengger di ruang tengah.
Candaan kita saat kepulanganmu dari kantor dan terkejut melihat ruang tengahmu sudah kurombak habis-habisan. Terlihat sekali kau hidup kesepian, jauh dari seseorang yang merawatmu seperti dulu.
Jus Alpukat yang tumpah di bajuku, dan kamu menertawakannya. Sangat menyebalkan..
“Ba, kue yang di toples2 itu tak buang ya...”
“ngapain masih tanya, wong udah dibuang..”
“ya kali aja gak terima kalo tak buang, biar tak ganti.”
kuteruskan mencuci toples2 yang memang 3 bulan sudah bertengger di ruang tengah.
Candaan kita saat kepulanganmu dari kantor dan terkejut melihat ruang tengahmu sudah kurombak habis-habisan. Terlihat sekali kau hidup kesepian, jauh dari seseorang yang merawatmu seperti dulu.
Dan juga ada
sebuah goa. Goa yang biasa kamu kesana untuk bersepeda. Meski kamu menyerah
tidak mampu mendaki jalan. Namun saat itu kita tidak perlu mendaki. Kita hanya
perlu berpegang erat.
“Pagar disamping goa itu proyeknya baba. Tapi sama dinas dikasihkan orang lain. Padahal baba yang buat perencanaannya” kau bercerita dengan nada kecewamu, yang bagiku itu sangat lucu.
“Pagar disamping goa itu proyeknya baba. Tapi sama dinas dikasihkan orang lain. Padahal baba yang buat perencanaannya” kau bercerita dengan nada kecewamu, yang bagiku itu sangat lucu.
Melihatmu tertidur, adalah hal yang paling menyenangkan. Melihat tidurmu, mengamati wajahmu yang seakan kamu sejenak terlepas dari beban yang berat dan kerapuhanmu menghadapinya. Kamu sudah melewati banyak hal yang sangat sulit. Sejak kepergiannya... dan aku merasa belum pantas untuk membantu menopang segala kesedihanmu.
Aku juga mengingatnya..
saat kamu meninggalkanku untuk bekerja dan aku dirumah sendirian, kemudian ada
telpon dari orang tuaku. Menghina dan mencaci kita. seketika itu tangisku
pecah.. Sampai kamu pulang demi menenangkan keadaanku, menghapus air mataku.
Padahal aku juga tahu, kamu yang begitu terluka dengan sikap orang tuaku.
Saat itu kita sama-sama menangis. Mengapa jalan kita sangat sulit.
Saat itu kita sama-sama menangis. Mengapa jalan kita sangat sulit.
Itu memang salah
satu alasan kenapa kita berpisah... ya karena orang tuaku yang kala itu masih
belum bisa menerimamu.. namu kala itu..
Juga karena hatimu yang tak bisa berbohong kalau memang kamu masih mencintai istrimu yang dulu.. Mbakku...
sosok yang memang mulia, dan aku sadar takkan pernah bisa menggantikannya yang sudah tenang disisiNya.
Juga karena hatimu yang tak bisa berbohong kalau memang kamu masih mencintai istrimu yang dulu.. Mbakku...
sosok yang memang mulia, dan aku sadar takkan pernah bisa menggantikannya yang sudah tenang disisiNya.
Kamu mungkin
dengan sangat mudah melupakanku, melupakan kenangan kita, melupakan perjuangan
kita, namun sangat sulit melupakan penghinaan orang tuaku terhadapmu..
tapi berbeda denganku.. aku masih sangat ingat apa yang ada pada kita, apa yang sudah kita lewati, bahkan penggalan kata2mu. Pun juga dengan tangis, tawa dan suaramu di malam2ku yang dulu..
tapi berbeda denganku.. aku masih sangat ingat apa yang ada pada kita, apa yang sudah kita lewati, bahkan penggalan kata2mu. Pun juga dengan tangis, tawa dan suaramu di malam2ku yang dulu..
Kau tau, begitu
sulitnya saat kamu sudah tidak disini. Kamu memilih untuk mengakhiri badai ini.
Namun bagiku itu badai yang tak jauh beda dengan apa yang sudah kita alami.
Badai itu masih bersamaku saat ini. Sendiri..
Banyak yang coba
menenangkanku saat itu.. mereka hanya berkata apa yang mereka tidak tahu..
mereka berkata seolah mereka tidak pernah mengalami kesakitan. Mereka hanya
meyakinkan bahwa waktu akan menyembuhkan luka itu.. tapi apa kamu tahu, aku
bukan orang yang semudah itu. Lukaku memang sudah sembuh, kesakitan karena
sikapmu sangat mudah untuk sembuh.. karena aku pandai memaafkan. Kenapa aku
sangat percaya diri untuk menyebut pandai? Karena aku menyayangimu. Sebesar
apapun lubang yang sudah kau gali untuk membunuh perasaanku dan sekejam apapun
luka yang kau buat, sangat mudah untukku untuk mengembalikan. Bukan
mengembalikan, karena memang tidak pernah pergi perasaan itu sampai sekarang.
Aku merindukan
suasana kota bahari.. aku merindukan tawa itu.. aku merindukanmu.
Baca Selengkapnya ....