Mungkin cinta adalah ketika setiap kali kamu mencoba membencinya; kamu justru lebih membenci dirimu sendiri.
(fa)
Saya pernah sangat takut kehilangan seseorang, begitu takut hingga saya mulai kehilangan diri sendiri. Saat itu saya lupa, bahwa seseorang yang pantas saya sayangi, seharusnya adalah dia yang bersedia menjadi orang pertama, yang mampu menjaga saya dari kehilangannya.
Ketika kamu disayanginya, maka kehilangan adalah hal yang senantiasa kamu pikirkan, namun tentu saja itu seharusnya bukan jadi sesuatu yang membuatmu takut menatap hari esok. Karena kamu tahu, bahwa di atas segala kemungkinan yang bisa terjadi, yang mampu membuatmu kehilangannya; dia akan selalu berusaha dua kali lipat lebih besar untuk bisa tetap ada bersamamu.
Hidup itu adalah untaian kekhawatiran, tanpa mereka, bagaimana seseorang mampu bertahan sampai akhir? Ketika kita menyayangi seseorang, tentu saja akan selalu ada kekhawatirankehilangannya. Kenapa kita takut kehilangannya? Karena kita ingin memiliki masa depan bersamanya mungkin, masih ingin ini dan masih ingin itu.
Seperti pertanyaan yang dilemparkan Sia Furler di akun twitternya beberapa waktu lalu;
What do you do when you no longer need anything?
Hati saya bilang; saya pasti habis—saat saya sudah tidak memerlukan apa-apa dalam hidup ini.
Lalu hati saya kembali bilang; mungkin itulah yang dipikirkan mereka yang memilih bunuh diri, sebelum mereka menembakkan pistol ke kepala mereka.
Lalu saya kembali mengingatkan diri saya sendiri; makanya Fa, jangan ngeluh kalo masih ngerasa apa yang lo dapetin belum cukup. Karena berarti, saat itu Tuhan masih kasih alasan ke kita untuk hidup.
Apa kamu ada yang pernah menonton film Shawshank Redemption, itu salah satu film terbaik sepanjang masa menurut saya. Bercerita tentang kehidupan orang-orang yang harus mendekam dipenjara selama puluhan tahun.
Ada seroang tokoh yang sampai saat ini masih saya ingat, tokoh itu bernama Brooks Hatlen. Seorang kakek tua yang kalau saya tidak salah harus mendekam seumur hidup di penjara, dan akhirnya dilepaskan saat usianya sudah sangat tua. Sehari sebelum pembebasannya, dia bahkan berniat untuk melukai teman sepenjaranya sendiri, agar dia punya alasan untuk tidak keluar dari penjara. Lucu bukan? Ketika mungkin napi yang lain menunggu hari pembebasannya, Brooks justru sangat takut untuk pergi keluar dari tempat yang sudah menyita setengah dari hidupnya.
Apa yang membuatnya takut? Dia takut, karena dia merasa tidak ada seorang pun yang membutuhkan kakek tua sepertinya di dunia luar. Tidak teman, tidak keluarga, tidak juga orang lain. Saat dia keluar dari penjara, Brooks berusaha memulai hidup barunya. Pemerintah memberinya tempat tinggal dan juga pekerjaan di sebuah swalayan. Pekerjaan Brooks adalah memasukkan belanjaan ke kantung belanja. Tapi karena usianya yang renta, bahkan pekerjaan sesederhana itu saja, sangat sulit dia lakukan. Setiap kali dia hendak ke toilet, dia selalu ijin ke supervisornya, sampai dia harus diingatkan, kalau dia tidak perlu ijin, jika hanya ingin ke toilet. Kenapa Brooks selalu ijin? Karena nyaris seumur hidupnya, Brooks selalu harus melaporkan segala gerak-geriknya. Itulah penjara.
Sampai suatu ketika dia menyerah, dan memilih untuk menggantung dirinya sendiri di apartementnya. Dengan sebelumnya menulis di dinding; BROOKS WAS HERE. Sebagai tanda, bahwa dia pernah berada di sana.
Kenapa Brooks sampai bunuh diri? Menurut saya sebagai penonton, adalah karena dia tidak merasa dibutuhkan, dan adalah karena dia merasa tidak membutuhkan apa-apa lagi. Di dalam penjara, walau pun terkurung, Brooks punya pekerjaan sebagai penjaga perpustakaan penjara, dan dia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk membaca. Dan yang terpenting, adalah bahwa kehadirannya dihargai oleh orang lain. Dia merasa dibutuhkan. Apa yang dialami Brooks begitu ironis, ketika kebebasan justru mampu membuat seseorang merasa dipenjarakan.
Lalu, buat apa kita berjanji untuk hidup bersama sampai maut memisahkan, dengan seseorang yang bahkan kita tahu, kita bisa hidup tanpanya dengan baik, seseorang yang tidak pernah membuat kita berhasil untuk sekedar berpikir; takut kehilangannya? Itu kenapa, rasa saling membutuhkan, dan rasa saling ingin memiliki terkadang jauh lebih penting dari cinta itu sendiri. Bagi saya seperti itu. Cinta, tidaklah lebih tinggi derajatnya dari iman dan rasa saling membutuhkan.
Dibutuhkan, dan membutuhkan sesuatu, adalah kebutuhan manusia setelah bernapas dan makan. Agar bisa tetap bertahan hidup.
***
Membenci, adalah cara mengingat-ingat yang paling buruk. Coba saja.
(fa)
Saya pernah membenci seseorang dengan begitu kuat, tapi yang terjadi justru saya semakin merindukannya. Rasa rindu itu kemudian membuat saya terlihat begitu lemah di mata diri saya sendiri, itu yang kemudian malah membuat saya, justru jadi jauh lebih membenci diri saya sendiri. Ironis.
Detik itu saya tahu bahwa saya masih mencintai pria ini. Dan saya belum rela berhenti untuk merindukannya. Maka saya pun memilih untuk berhenti berusaha membencinya. Tidak akan adamove on yang bisa didapat lewat jalan itu, percayalah. Kamu hanya akan semakin rindu dan semakin rindu. Lalu semakin merasa buruk dengan dirimu sendiri.
Saya tidak mengerti kenapa cinta mampu membuat sesuatu yang sangat sederhana, menjadi begitu rumit untuk dijalani. Seperti sesederhana mengetik kalimat ‘Apa kabar?’, tapi dua kata yang ingin kamu tujukan kepada mantanmu, ribuan kali kalimat itu kamu ketik, lalu kamu hapus. Kamu ketik, lalu kamu ubah kembali bunyinya. Kamu ketik, lalu lagi-lagi berakhir di kotak draft. Kamu ketik, lalu justru terkirim dengan bunyi; tes.
Hahaha.. betapa rumitnya ya kalimat ‘Apa kabar’. 8’))))))
Beberapa waktu kebelakang saya juga sempat memikirkan tentang seberapa besar ego mampu merugikan kita yang sedang jatuh cinta. Saya rasa cinta yang baik memang hanya ditujukan untuk mereka yang telah cukup dewasa untuk mengontrol ego yang ada di dalam diri mereka sendiri. Manusia yang memiliki ego tinggi seperti saya memang akan cenderung menelan cinta-cinta yang sulit. Begitu juga kamu yang memiliki ego tinggi, yang ketika mencemaskan seseorang yang pernah kamu sayangi, lebih mampu memilih diam dibanding menyisihkan ego untuk mengirim pesan; apa kamu baik-baik saja?
Saat ego jauh lebih besar dibanding kekhawatiranmu akan seseorang; so, don’t be dare to called yourself 'A GOOD LOVER'. Seperti kalimat yang sudah sering saya tulis, bahwa cinta itu bukan soal mencintai hal-hal yang kamu sukai (karena semua orang bisa melakukannya), tapi juga soal bersedia menerima dengan sepenuh hati, apa-apa yang sebelumnya adalah hal yang tidak bisa kamu terima. Maka ketika kamu bahkan belum bisa menyisihkan egomu untuk sekedar mengedepankan rasa pedulimu pada seseorang yang sedang kamu sayangi, cintamu adalah kekosongan semata.
Jadi jangan pernah sekali-kali kamu berani menyatakan kamu menyayangi atau mencintai seseorang, ketika kamu bahkan masih doyan memanjakan egomu. Cinta yang kekanak-kanakkan hanya akan menyakiti lebih banyak orang. Tidak baik, membiarkan oranglain jatuh cinta padamu dengan cara seperti itu. Jatuh cintalah, ketika kamu tahu, bahwa kamu akan mencintai orang itu dengan cinta yang baik dan sederhana. :)
#from falafu :)